SEJARAH

BERDIRINYA SEKOLAH
SANTA MARIA CIREBON

Berdirinya sekolah Santa maria Cirebon tidak terlepas dari keberadaan Gereja Katolik di Cirebon yang dibangun oleh seorang kelahiran Indonesia berdarah Portugis, Loius Theodore Gonsalves, yang bekerja pada pabrik gula Tersana. Setelah masa pembangunan sekitar 2 tahun, akhirnya pada 10 November 1880 gereja Santo Josef di Jl. Tjangkol 22 diberkati oleh Mgr. Adam Carel Claessens, uskup Batavia pada saat itu.

Perkembangan selanjutnya adalah bahwa suatu saat penyerahan gereja tersebut kepada Ordo Salib Suci atau OSC yang baru ditugaskan untuk membuka keuskupan di Bandung, 20 April 1932. Ordo ini juga yang mengambil inisiatif membuka sekolah di Cirebon, yang mungkin pada awalnya diperuntukan bagi anak-anak Belanda. Mereka mengundang suster-suster ordo Ursulin, yang memang punya misi khusus pendidikan di Indonesia sejak Februari 1856, untuk melanjutkan pengelolaannya mulai 23 Juni 1933.

Sekolah Rakjat yang sudah ada diambil alih, lalu mereka menambahkan Taman Kanak-kanak dan mulai resmi dibuka pada 6 September 1935 dengan nama Maria School.

6 Suster Pionir yang memulai misinya di Santa Maria Cirebon 21 Juli 1950. Dua terkiri : Sr. Fransisca dan Sr. Rosa Deursen, terkanan : Sr. Bernadette, keterangan foto dari Sr. Albertine, OP.

Kondisi Gedung sebelum dijadikan Biara Dominikan, pertengahan tahun 1918

PECAHNYA
PERANG DUNIA II

Baru berlangsung 4 tahun, justru ketika peminatnya bertambah, pecah Perang Dunia Ke – 2 (PD II). Kegiatan sekolah akhirnya berhenti pada 1940 dan gedung sekolah dijadikan markas tentara Belanda. Kegiatan sekolah akhirnya secara darurat dialihkan kepastoran di Jl. Tjangkol 22.

Pada tahun 1942 Jepang mendarat di Eretan Indramayu dan mengambil alih gedung Maria School. Mereka menggunakannya sebagai markas sampai tahun 1945, ketika Jepang kalah perang.

Setelah ditinggalkan Jepang, gedung sempat diambil alih oleh TNI dan dipergunakan oleh Brigade Mobil (Brimob). Tidak berselang lama gedung diambil alih oleh tentara Hindia Belanda, yang saat itu belum mengakui kemerdekaan Indonesia
(pengakuan/ soevereiniteitsoverdracht 27 Des. 1949)

Pemerintah Hindia Belanda saat itu melakukan yang mereka sebut politionele acties (tindakan penertiban), sementara dipihak Indonesia yang saat itu sudah menyatakan kemerdekaan melihatnya sebagai Agresi Militer.

PASTOR LAURENTIUS KAOLAN SOEMODIWIRYO, OSC​

Pada 1 Agustus 1948 Pastor Soemodiwiryo membuka kembali seluruh kegiatan sekolah yang berhenti saat Perang Dunia II.

Pada tahun 1949 Pastor Jan Dohne (sebelum di Cimahi) menggantikan Pastor Soemodiwirjo bertugas sebagai kepala paroki Gereja Santo Josef dan melakukan pendekatan dengan komandan tentara Belanda di Gedung Maria School. Pendekatan berhasil, akhirnya Maria School yang kegiatannya pada saat itu dilakukan dipastoran dipindahkan kesebagian ruang kelas di Jl. Pesisir 32

Suster-suster Ursulin dipanggil kembali untuk melanjutkan operasional Maria  School, tetapi tidak bersedia, sehingga akhirnya dilakukan pendekatan dengan suster-suster Dominikan yang sudah menjalankan misi pendidikan, awalnya di Purwokerto pada 17 September 1931, yang lalu dilanjutkan di Cimahi saat itu.

Karena masih ada keraguan dari suster-suster Dominikan, Pastor Dohne menggunakan jalur atasannya, lewat keuskupan Bandung, lalu Jenderal OSC di Belanda untuk melakukan pendekatan juga dengan Jenderal Ordo Dominikan di Neerbosch dekat Nijmegen Belanda.

Tidak ditemukan tanggal pastinya, kapan Pastor Dohne yang dibantu oleh Yayasan Salib Suci Bandung berhasil mendatangkan Jenderal OSC dari Belanda, Mgr. Dr. Van Hees ke Cirebon, namun peristiwa tersebut diperkirakan terjadi pada akhir 1949.

Sementara vakum sekolah dikelola oleh Pastor Paroki dibantu oleh beberapa umat yang berpengalaman dibidang pendidikan, sampai pada 21 Juli 1950 ke 6 Suster Dominikan pertama, yaitu Sr. Hubertine Simons, Sr. Ludovica Coster, Sr. Bernadette, Sr. Rosa Deursen, Sr. Fransisca Talbijati dan Sr. Marie Jose datang dan menetap di Cirebon.

Suster Rosa Ketika itu ditunjuk sebagai Kepala Sekolah Sekolah Rakjat, berlangsung sampai ketika sampai tahun 1963, sementara Sr. Fransisca saat itu sebagai Kepala Sekolah SMP. Sr Rosa sendiri akhirnya digantikan oleh Sr. Magdalena. Kantor Kepala Sekolah SR dan kantor gurunya waktu itu sederet dengan ruang kelas 4,5,6 disebelah Timur Biara, disebelah kanan pintu masuk kekapel.

Kiri - Kekanan : Sr. Agustino, Sr. Theresse, Sr. Maria Van Der Poll, The Tjoe Pie, Pastor Stigter, Pastor..?, Sr. Gaudentia para orgen. Tidak diketahui peristiwa apa dan dimana ini, antara tahun 1975 - 1980

Juni 1963, Sr. Alberta bersama murid-murid SMP kelas III dalam rangka kelulusan

Sr. Angelica bersama murid-murid TK B, kenaikan kelas pada tahun 1962. Ibu Maria Goretti (paling kanan) sebagai guru TK saat itu dan sekarang sudah menjadi biarawati bernama Sr. Godeliva.

Pastor Laurentius Kaolan Soemodiwirjo, OSC lahir di Solo 11 Juni 1914, ditahbiskan 25 Juli 1941, mulai 1946 bertugas di Cirebon dan Bandung selama 12 tahun sebagai Pastor Tentara. Wafat 9 Juli 1973 di Nijmegen. Dimakamkan dibiara St. Agatha dekat kota Nijmegen pada 12 Juli 1973.

Tim Penyusun

Tahun 1974, dokumentasi Dies Natalis 17, SMA SanMar Agustus 1974

HUT Sr. Rosa : 9 November 1954, Sr. Rosa bersama murid-murid kelas VI SR

Kantor Kepala Sekolah dan Kantor Guru SMA